Tuesday, 8 November 2016
Keterampilan Hidup (Life Skill)
Keterampilan Hidup (Life
Skill)
Keterampilan
hidup adalah berbagai keterampilan atau
kemampuan untuk dapat berperilaku positif dan beradaptasi dengan lingkungan
memungkinkan seseorang mampu menghadapi berbagai tuntutan dan tantangan dalam
hidupnya sehari-hari secara efektif (DEPDIKNAS, 2002).
A.Jenis-jenis Keterampilan Hidup
Keterampilan Fisik
Adalah keterampilan seseorang yang
ditunjukkan secara fisik, seperti melihat, bersuara, mencium, merasa,
menyentuh, dan bergerak.
1. Keterampilan
Fisik
Ditandai dengan seorang remaja untuk
memilih makanan, berolahraga dan beristirahat secara seimbang.
2. Keterampilan
memahami tubuh dan merespon kebutuhan tubuh sendiri
Makna sehat yang hakiki adalah memahami
kondisi dan kemampuan tubuh kita dan menjalankan pola hidup sehat. Komunikasi
yang terjalin baik antara kita dengan tubuh kita akan menghasilkan mekanisme
tubuh yang baik pula.
3. Keterampilan
mengatur pola makan dan olah raga
Pada dasarnya, sehat dimulai dari apa
yang kita makan. Kita perlu mulai berpikir dan berbuat, bagaimana caranya agar
dapa membuat makanan yang bukan hanya enak dilidah tapi jugas sehat di badan.
4. Ketarampilan
mengelola tidur
Perbaikan jaringan-jaringan sel yang
rusak dalam tubuh umumnya dilakukan dikala istirahat/tidur. Maka apabila kita
sering kurang tidur atau tidak memiliki kualitas tidur yang baik, cepat atau
lambat akan mengganggu stabilitas daya tahan tubuh kita.
B.
Keterampilan Mental
1. Keterampilan
mempercayai dan menghargai diri.
Percaya diri diartikan sebagai kemampuan
seseorang dalam melakukan evaluasi terhadap dirinya sendiri, serta dapat
mengukur suatu perbuatan dari segi baik atau buruknya.
2. Keterampilan
berpikir positif
Berpikir positif adalah sebuah
keterampilan untuk dapat melihat sisi positif mengenai suatu hal, peristiwa,
kejadian atau pengalaman.
3. Keterampilan
mengelola stress
Mengelola stress bukan sekedar
mengurangi stress, tetapi juga mengelola situasi yang menyebabkan stress.
Mengelola stress berarti menemukan jenis, cara, dan waktu stress yang tepat
sesuai dengan ciri khas individu, prioritas, dan situasi hidupnya untuk
mencapai kinerja dan kepuasan maksimal.
4. Keterampilan
mengambil keputusan dan memecahkan masalah
Pengambilan keputusan adalah sebuah
keterampilan yang membantu remaja untuk menghapi berbagai keputusan dalam hidup
secara konstruktif. Keterampilan ini dapat dipelajari dan dipraktikkan
C.
Keterampilan Emosional
1. Keterampilan
bersikap tegas (asertif)
Asertif adalah sebuah sikap atau
perilaku untuk mengekspresikan diri secara tegas kepada pihak lain tanpa
menyakiti pihak ataupun merendahkan diri di hadapan pihal lain.
2. Keterampilan
berkomunikasi dengan orang lain (komunikasi interpersonal)
Komunikasi adalah suatu proses
penyampaian pikiran dan perasaan melalui bahasa, pembicaraan, pendengaran,
gerakan tubuh, atau ungkapan emosi oleh seseorang kepada orang lain
disekitarnya.
D. Keterampilan Spiritual
1. Keterampilan
memahami kehidupan spiritual
Spitualitas adalah unsur kehidupan
manusia yang langsung diberkan dan berasal dari Tuhan. Keterampilan memahami
spiritualitas adalah kemampuan memahami bahwa semua kegiatan jasmani, pikiran
dan emosi manusia yang digerakan atas dasar suara hati nurani dan diarahkan
untuk memperoleh keridhoan Tuhan Penciptanya.
2. Keterampilan
Menyadari Kehidupan Spiritual
Kemampuan spiritual itu akan terlihat
pada perkembangan kesadaran dan pemahaman manusia terhadap diri, orang lain,
dan alam, yang berujung pada peningkatan kesadaran dan pemahaman akan kebesaran
Penciptanya. Artinya, Spiritualitas muncul pada konteks hubungan manusia dengan
dirinya, orang lain, alam dan Penciptanya.
E.
Keterampilan Kejuruan
(Vocational Skills)
Keterampilan kejuruan adalah kemampuan
atau keterampilan khusus yang dimiliki oleh remaja dan mahasiswa dalam bidang
non akademik, yakni berupa kemampuan remaja dan mahasiswa dalam berwirausaha
sesuai dengan bakat, minat dan hobinya untuk mendapatkan penghasilan, sehingga
remaja dan mahasiswa bisa hidup dengan bermanfaat bagi keluarga, masyarakat,
bangsa dan negaranya.
Tujuan keterampilan kejuruan (vocational
skills) adalah agar remaja dan mahasiswa mampu mengembangkan potensi dirinya,
bakat dan hobinya sehingga dapat mendatangkan penghasilan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya.
F.
Keterampilan Menghadapi
Kesulitan
Mengubah Hambatan Menjadi Peluang. Dalam
kehidupan sehari-hari, kita tidak akan pernal lepas dari hambatan, masalah, dan
tantangan. Kita melihat ada orang-orang yang bisa mengatasi dan meninggalkan
kesulitan masa lalunya ada juga yang menyerah dan menyalahkan masa lalunya.
1. Tipe
Keterampilan Menghadapi Kesulitan
Kemampuan orang dalam menghadapi
hambatan, masalah, dan tantangan dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
a. Tipe
cepat menyerah (Quitters)
b. Tipe
cepat istiraha (Campers)
c. Tipe
terus mendaki (Climbers)
2. Dimensi
Keterampilan Menghadapi Kesulitan
Keterampilan menghadapi kesulitan
terdiri dari 4 dimensi yang masing-masing merupakan bagian dari sikap seseorang
dalam menghadapi kesulitan.
a. C =
Control (kendali)
b. O2 =
Origin dan Ownership (sebab masalah dan pengakuan)
c. R = Reach
(jangkauan)
d. D. E =
Endurance (daya tahan)
3. Memperbaiki
Keterampilan menghadapi kesulitan dan tantangan.
Keterampilan menghadapi kesulitan dan
tantangan bukanlah hal yang permanen atau menetap, dimensi-dimensi yang
mempengaruhi sikap seseorang dalam menghadapi masalah dapat diperbaiki dan
ditingkatkan melalui keterampilan LEAD dan Stoppers.
Semoga artikel ini bermanfaat.!
Sunday, 6 November 2016
Pengertian Dan Perilaku Seks bebas
PENGERTIAN DAN PENYEBAB
PERILAKU SEKS BEBAS
1.Pengertian
Seks Bebas
Pengertian
seks bebas menurut Kartono (1977) merupakan perilaku yang didorong oleh hasrat
seksual, dimana kebutuhan tersebut menjadi lebih bebas jika dibandingkan dengan
sistem regulasi tradisional dan bertentangan dengan sistem norma yang berlaku
dalam masyarakat.
Sedangkan
menurut Desmita (2005) pengertian seks bebas adalah segala cara mengekspresikan
dan melepaskan dorongan seksual yang berasal dari kematangan organ seksual,
seperti berkencan intim, bercumbu, sampai melakukan kontak seksual, tetapi
perilaku tersebut dinilai tidak sesuai dengan norma karena remaja belum
memiliki pengalaman tentang seksual.
Nevid dkk
(1995) mengungkapkan bahwa perilaku seks pranikah adalah hubungan seks antara
pria dan wanita meskipun tanpa adanya ikatan selama ada ketertarikan secara
fisik. Maslow (dalam Hall & Lindzey, 1993) bahwa terdapat
kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi manusia, salah satunya adalah kebutuhan
fisiologis mencakup kebutuhan dasar manusia dalam bertahan hidup, yaitu
kebutuhan yang bersifat instinktif ini biasanya akan sukar untuk dikendalikan
atau ditahan oleh individu, terutama dorongan seks.
Lebih lanjut
Cynthia (dalam Wicaksono, 2005) seks juga diartikan sebagai hubungan seksual
tanpa ikatan pada yang menyebabkan berganti-ganti pasangan.
Sedangkan
menurut Sarwono (2003) menyatakan, bahwa seks bebas adalah segala tingkah laku
yang didorong oleh hasrat seksual baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis,
mulai dari tingkah laku yang dilakukannya seperti sentuhan, berciuman (kissing)
berciuman belum sampai menempelkan alat kelamin yang biasanya dilakukan dengan
memegang payudara atau melalui oral seks pada alat kelamin tetapi belum
bersenggama (necking, dan bercumbuan sampai menempelkan alat kelamin yaitu
dengan saling menggesek-gesekan alat kelamin dengan pasangan namun belum
bersenggama (petting, dan yang sudah bersenggama (intercourse), yang dilakukan
diluar hubungan pernikahan.
Berdasarkan
penjabaran definisi di atas maka dapat disimpulkan pengertian seks bebas adalah
segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual terhadap lawan jenis
maupun sesama jenis yang dilakukan di luar hubungan pernikahan mulai dari
necking, petting sampai intercourse dan bertentangan dengan norma-norma tingkah
laku seksual dalam masyarakat yang tidak bisa diterima secara umum.
2.Penyebab Perilaku Seks Bebas
Penyebab
perilaku seks bebas sangat beragam. Pemicunya bisa karena pengaruh lingkungan,
sosial budaya, penghayatan keagamaan, penerapan nilai-nilai, faktor psikologis
hingga faktor ekonomi. Adapun beberapa penelitian mengungkapkan faktor-faktor
yang menyebabkan terjadinya perilaku seks bebas menurut Hyde (1990) yaitu:
- Usia
Makin dewasa seseorang, makin besar kemungkinan remaja untuk melakukan hubungan
seks bebas. Hal ini dikarenakan pada usia ini adalah potensial aktif bagi
mereka untuk melakukan perilaku seks bebas.
Usia yang muda saat berhubungan
seksual pertama
Semakin muda usia pada hubungan seksual yang pertama cenderung untuk lebih
permisif daripada mereka yang lebih dewasa pada hubungan seksualnya yang
pertama.
Usia saat menstruasi pertama
Makin muda saat usia menstruasi pertama, makin mungkin terjadinya hubungan seks
pada remaja. Perubahan pada hormon yang terjadi seiring dengan menstruasi
berkontribusi pada meningkatkatnya keterlibatan seksual pada sikap dan hubungan
dengan lawan jenis.
- Agama
Kereligiusan dan rendahnya sikap serba boleh dalam perilaku seks berjalan
sejajar seiringan. Clayton & Bokemier meneliti bahwa sikap permisif
terhadap hubungan seks bebas dapat dilihat dari aktivitas keagamaan dan
religiusitas (Rice, 1990).
- Pacar
Remaja yang memiliki pacar lebih mungkin untuk melakukan seks bebas daripada
remaja yang belum memiliki pacar.
Kencan yang lebih awal
Remaja yang memiliki kencan lebih awal atau cepat dari remaja yang seumurannya
memiliki kemungkinan untuk bersikap permisif dalam hubungan seks bebas. Untuk
menjadi lebih aktif secara seksual dan untuk memiliki hubungan dengan lebih
banyak pasangan daripada mereka yang mulai pacaran pada usia yang lebih lanjut.
Pengalaman pacaran/kencan (hubungan
afeksi)
Individu yang menjalin hubungan afeksi/pacaran dari umur yang lebih dini,
cenderung lebih permisif terhadap perilaku seks bebas begitu juga halnya dengan
individu yang telah lebih banyak berpacaran dari individu yang berusia sebaya
dengannya.
- Orang tua
Orang tua sendiri, baik karena ketidaktahuannya maupun karena sikapnya yang
masih mentabukkan pembicaraan mengenai seks dengan anak tidak terbuka pada
anak, malah cenderung membuat jarak pada anak mengenai masalah seks.
- Teman sebaya (peers group)
Remaja cenderung untuk membuat standar seksual sesuai dengan standar teman
sebaya secara umum, remaja cenderung untuk menjadi lebih aktif secara seksual
apabila memiliki kelompok teman sebaya yang demikian, serta apabila mereka mempercayai
bahwa teman sebayanya aktif secara seksual (disamping kenyataan bahwa teman
sebayanya sebenarnya memang aktif atau tidak secara seksual) pengaruh kelompok
teman sebaya pada aktivitas seksual remaja terjadi melalui dua cara yang
berbeda, namun saling mendukung, pertama, ketika kelompok teman sebaya aktif
secara seksual, mereka menciptakan suatu standar normatif bahwa hubungan seks
bebas adalah suatu yang dapat diterima, kedua, teman sebaya menyebabkan
perilaku seksual satu sama lainnya secara langsung, baik melalui komunikasi
diantara teman ataupun dengan pasangan seksualnya.
- Kebebasan
Kebebasan sosial dan seksual yang tinggi berkorelasi dengan sikap permisif
dalam seks yang tinggi.
- Daya tarik seksual
Mereka yang merasa paling menarik secara seksual dan sosial ternyata memiliki
tingkat yang paling tinggi dalam sikap permisif dalam melakukan seks bebas.
- Standar orang tua vs standar teman
Remaja yang orangtuanya konservatif dan menjadikan orangtua sebagai acuan yang
utama lebih kurang kemungkinannya untuk melakukan seks bebas daripada mereka
yang menjadikan teman sebaya sebagai acuan utama.
- Saudara kandung
Remaja, secara khusus remaja puteri dipengaruhi oleh sikap dan tingkah laku
saudara kandung dengan jenis kelamin yang sama.
- Gender
Remaja puteri cenderung bersikap permisif dalam hal seksual daripada remaja
pria. Remaja puteri lebih menekankan pada kualitas hubungan yang sedang dijalin
sebelum terjadinya seks bebas.
- Ketidakhadiran ayah
Remaja secara khusus yang tumbuh dan berkembang dalam keluarga tanpa ayah lebih
mungkin untuk mencari hubungan seks bebas sebagai alat untuk menemukan afeksi
dan persetujuan sosial daripada remaja yang tumbuh dengan adanya ayah.
- Ketidakhadiran orang tua
Jika ada remaja yang berperilaku seks bebas, itu hanya bebasnya pergaulan, dan
mungkin penyebabnya dari faktor bimbingan dan pola asuh dari orangtua di rumah
yang tidak peduli atau tidak terbuka untuk membicarakan masalah seks pada
anaknya, padahal disaat ini dunia remaja semakin bebas. Pada keluarga yang
berada di kota besar, sudah merupakan suatu pola kehidupan yang wajar di mana
ayah dan ibu bekerja. Hal tersebut seringkali mengakibatkan kehidupan anak-anak
mereka kurang mendapatkan pengawasan orang tua dan memiliki kebebasan yang
terlalu besar.
- Kecenderungan pergaulan yang makin bebas
Di pihak lain, tidak dapat dipungkiri adanya kecenderungan pergaulan yang makin
bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat, sebagai akibat berkembangnya
peran dan pendidikan wanita sehingga kedudukan wanita makin sejajar dengan
pria.
- Penyebaran Informasi Melalui Media Massa
Kecenderungan pelanggaran makin meningkat oleh karena adanya penyebaran
informasi dan rangsangan seksual melalui media massa yang dengan adanya
tekhnologi yang semakin berkembang (video kaset, foto kopi, vcd, hp, internet)
menjadi tidak terbendung lagi. Remaja yang sedang dalam periode ingin tahu dan
ingin mencoba, akan meniru apa yang dilihat atau didengarnya dari media massa.
Dari uraian
di atas dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab perilaku seks bebas adalah dari
dalam keluarga, media massa, dan dari pengaruh peers (teman sebaya).
![download[4]](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEidmFt1B18VwyJ3yPFr6Q-YyuYCrDAalNdLV070mJ0VhU2meA3Cj7GvDPvi3N_rg4ol8zz0j0KJRuPaZKuQSjwW9Y8Iwf9VQKK8zEyajd248e6vR989FKKduruJM03q9deHrvQaZCLQASQ/s320/DownloadUngu.png)
Semoga artikel ini Bermanfaat.!